Komitmen Meningkatkan Posisi Tawar Buruh Migran


Saya mendapat kehormatan untuk mengikuti acara “4th Annual Assembly Asian Inter-Parliamentary Caucus on Labour Migration,” yang mengambil tema “Advancing the Protection and Promoting of the Rights of Migrant Workers in Key Inter-Govermental Regional Processes.” Dalam acara yang diadakan oleh Migrant Forum in Asia (MFA), saya diundang dalam kapasitas saya sebagai anggota parlemen.

Dalam acara yang diadakan di Kathmandu, Nepal selama dua hari yakni tanggal 8-9 November 2014, saya dan Rieke Diah Pitaloka dari PDIP bersama beberapa anggota parlemen dari Nepal, Kamboja, Pakistan, Malaysia, China, Myanmar, India, Singapura dan Filipina merumuskan kembali persoalan-persoalan yang terjadi pada buruh migran. Kami sebagai anggota parlemen saling berjejaring untuk bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi pada buruh migran.

Indonesia sebagai negara pengirim tenaga kerja telah melakukan ratifikasi konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya pada tanggal 12 April 2012, dengan menurunkan menjadi Undang-undang. Namun persoalan buruh migrant tidak serta merta selesai, terutama dengan banyaknya kasus-kasus yang terjadi pada buruh migrant perempuan.

Di luar negeri setidaknya ada 6,5 juta buruh migrant perempuan yang menyebar di 170 negara dan 90% mereka bekerja di ranah domestik atau PRT. Kita semua harus membuka mata bahwasannya kondisi mereka sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, termasuk kekerasan fisik dan seksual, bahkan banyak dari mereka yang tidak digaji dan menjadi korban trafficking. Tidak sedikit pula mereka yang menjadi korban pembunuhan, seperti kasus dua perempuan yang dibunuh di Hongkong beberapa hari lalu.

Pertemuan antar parlemen ini menjadi kesempatan yang penting bagi Indonesia, untuk mendiskusikan lebih matang peran-peran dan kesepakatan-kesepakatan yang akan diambil antara negara pengirim dan negara penerima tenaga kerja. Dalam kesempatan ini saya mendorong adanya jaringan bersama diantara negara pengirim tenaga kerja. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan posisi tawar di hadapan negara penerima.

Adanya Pemerintahan baru ini di bawah pimpinan Presiden JokoWidodo, dan Menteri Tenaga Kerja, M. Hanif Dhakiri, merupakan momen yang penting untuk mendorong perlindungan terhadap buruh migrant perempuan. Untuk itu saya sebagai anggota DPR RI FPKB akan mendorong pemerintah dalam beberapa hal :

1.Medorong untuk melakukan revisi terhadap UU 39/2004 dengan lebih menekankan pada aspek perlindungan.
2.Menghapuskan praktek-praktek yang mendiskriminasikan buruh migrant perempuan.
3.Mendorong pemerintah mulai dari tingkat lokal hingga tingkat pusat
untuk terlibat dari rekrutmen tenaga kerja.
4. Mereview ulang kurikulum pelatihan untuk tenaga kerja dengan memasukkan poin keharusan memberikan pelajaran tentang hukum ketenagakerjaan di negara Indonesia dan negara tujuan, serta pemahaman untuk membaca kontrak kerja.
5. Memberikan skill tambahan bagi perempuan yang bisa digunakan untuk usaha mempertahankan diri dari kekerasan.

Alhamdulillah dalam acara tersebut, saya dan Rieke Diah Pitaloka berhasil memasukkan “The Triple Win for Migrant Workers” dalam konsensus, spirit, perjuangan untuk Buruh Migran di acara Asian Inter-Parlementary Caucus on Labour Migration. The Triple Win tersebut adalah Decent Work, Decent Wages, Decent Life ( Kerja Layak, Gaji Layak, hidup layak), ini menggantikan istilah 3-D yang melekat pada Buruh Migran yakni Dirty, Dangerous, Difficult.

Bismillah semoga bisa terus bersama-sama berjuang untuk kebaikan Buruh Migrant.




Nihayatul Wafiroh

Adalah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang mewakili Daerah Pemilihan Jawa Timur III (Banyuwangi-Bondowoso-Situbondo). Saat ini juga dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal di Dewan Pengurus Pusat PKB. Aktif dalam Kaukus Perempuan Parlemen RI sebagai Wakil Sekretaris.