Catatan Perjuangan Ibu


Hari itu tanggal 14 Januari 2010 aku duduk dalam sebuah bis dengan adekku, menempuh perjalanan dari Jombang ke Surabaya. Bis terbilang agak penuh, ada beberapa orang yang harus berdiri. Cuaca cukup panas, terlebih bis tidak ber-ac. Tiba-tiba di sampingku ada seorang ibu yang sedang hamil berdiri. Melihat ada orang hamil aku spontan berdiri dan memberikan tempat dudukku untuk dia. Tapi ibu yang mungkin berumur awal 30-an ini mengibaskan tangannya pelan sebagai tanda menolak sambil berkata, “Matur nuwun mbak, saya mau ngamen kok.” Aku kaget, lalu tersenyum pada ibu cantik ini dan duduk kembali. Tidak begitu lama ditengah bau keringat menyengat dan penumpang yang penuh, ibu ini menyanyikan beberapa lagu sambil mengunakan ecek-ecek yang terbuat dari tutup tutup botol yang di rangkai di sepotong kayu.

Ada perasaan menyayat mendengar nyanyian ibu ini. Keringat mengucur dari keningnya, dan dia berulang kali harus melindungi perutnya dengan tangan atau memiringkan badannya setiap kali ada penumpang yang naik atau turun atau ketika kondektur bolak-balik untuk menarik karcis. Beban hidup telah memaksanya melakukan ini. Tentu dia mengumpulka recehan-recehan dari penumpang untuk kelangsungkan hidupnya. Bisa jadi untuk persiapan melahirkan. Benar-benar pengorbanan seorang ibu yang luar biasa.

Pada tanggal 12-15 Januari 2010 setiap pagi aku selalu menikmati sebungkus nasi pecel yang dilengkapi dengan peyek yang dibungkus plastik. Seorang Ibu yang sedang hamil tua setiap pagi selalu datang dengan membawa sekeranjang nasi bungkus yang dia jual pada penunggu di RS Dr Soetomo Surabaya di ruangan IRD (Instalasai Rawat Darurat). Dia naik turun dari lantai dasar hingga lantai 3 setiap pagi menggunakan tangga, karena elevator di gedung ini tidak berfungsi. Tentu ini bukan hal yang mudah atau bukan tidak beresiko bagi perempuan hamil, tapi ibu yang selalu memberikan senyumnya ini tetap melakukannya. Biaya melahirkan, biaya membesarkan anak bisa dipastikan sebagai alasan utamanya tetap menekuni pekerjaan ini.

Tanggal 9 Januari 2010 sejak habis magrib seorang ibu merasakan mules yang luar biasa. Ini pertanda anak kelimanya minta dilahirkan. Sang suami sedang mengisi pengajian. Ketika sang suami datang, ibu ini segera di bawa ke bidan dengan mobil pinjaman dari saudara. Ketika sampai di tempat praktek bidan ternyata di ketahui darah ibu ini tinggi, jadi bidan merujuknya ke Rumah Sakit di kota. Pukul 3 dini hari sudah ditanda tangani kesepakatan untuk melakukan operasi cesar, tapi dokter baru menjanjikan untuk mengoperasi pukul 7 pagi. Ibu ini terindikasi terkena penyakit Eklampsia (Keracunan kehamilan) yang menyebabkan tensi darahnya tinggi. Penyebab penyakit ini bermacam-macam mungkin salah satunya Ibu ini hamil di usia yang sudah rawan, yakni umur 43 th. Pada saat menunggu jadwal operasi, Ibu ini melahirkan bayinya dengan normal pada pukul 4 pagi.

Bagi kebanyakan orang bisa disyukuri bisa melahirkan normal, karena melahirkan secara cesar akan sangat sakit pasca operasi disamping biayanya yang tentu jauh lebih mahal. Tapi ternyata tidak demikian bagi ibu hamil yang terkena eklampsia. Secara medis orang yang darahnya tinggi “Diharamkan” melahirkan secara normal. Saat itu tensi ibu ini mencapai 220. Akibat melahirkan normal ini baru terlihat satu jam setelah melahirkan. Ibu ini tiba-tiba kejang dan tidak sadarkan diri. Kondisi tidak sadarkan diri berlangsung hingga malam dengan diselingi kejang dua kali. Menurut analisis dokter kepala ibu ini bengkak dan ginjal serta livernya sudah terkena.

Sedangkan bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Cantik dan sehat. Dan bayi mungil dengan hidung mancung ini langsung di bawa pulang ke rumah beberapa jam setelah dilahirkan.

Malam itu juga ibu yang selalu periang ini langsung di rujuk ke RS Dr Soetomo. perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 6 jam ini tidak lepas dari pengawasan dua perawat yang mendampinginya. Untuk perawatan lebih intensif, Ibu ini ditempatkan di ruang isolasi. Banyak sekali peralatan yang menempel di tubuhnya. Ada yang untuk mendeteksi jantung, oksigen, kencing, paru-paru dan sebagainya. Selama perawatan intensif sepertinya tidak ada perubahan sama sekali. Ibu yang memiliki putra-putri luar biasa ini masih tetap dalam kondisi koma.

Segala sesuatu telah dilakukan, dokter telah bekerja dengan maksimal. Segala ikhtiar telah dijalankan tapi tidak menghasilkan. Akhirnya Allah memeberikan jalan terbaik, tepat pada hari Jumat tanggal 15 Januari 2010 pukul 9.20, Allah memanggil ibu ini dalam suasana yang damai. Innalillahi wa Innalillahi rojiun. Dua kemulian mengiringi wafatnya. Pertama wafat sebagai seorang sahid karena melahirkan, dan wafat pada hari Jumat.

Perjuangan tiga ibu yang luar biasa untuk anak-anaknya. Memberi kehidupan ke anak adalah lebih penting bagi seorang ibu dari pada nyawanya. Hormat kami untuk para pejuang sejati.

Ibu, Kasihmu sepanjang masa




Nihayatul Wafiroh

Adalah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang mewakili Daerah Pemilihan Jawa Timur III (Banyuwangi-Bondowoso-Situbondo). Saat ini juga dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal di Dewan Pengurus Pusat PKB. Aktif dalam Kaukus Perempuan Parlemen RI sebagai Wakil Sekretaris.