Ada pertanyaan masuk ke emailku :
“Mbak aku minta tolong, temenku mau dijodohin and disuruh menikah ama orang tuanya tapi dia gak siap dan begitu gitu suka atau kenal ama calon suaminya.Dia nolak tapi ortunya marah, dan tidak mau peduli. Aku tidak bisa ngasik masukan karena tidak tau mesti bantu gimna. pie yo mbak?? aq rasa sampean bisa ngasik masukan yang lebih baik. help, kasihan dia”
Lalu Aku Jawab :
begini, aku akan mencoba menganalisis dari 2 sisi, sisi sang anak dan sisi orang tua. Kebetulan penelitianku tentang arranged marriages (perjodohan) ini:
Ada beberapa hal yang menjadi alasan orang tua melakukan perjodohan:
1. Ingin mememnuhi tanggung jawab sebagai orang tua yang harus menghantarkan anak-anaknya ke jenjang pernikahan
2. Memastikan anaknya mendapat jodoh yang selevel dalam segi agama, sosial, dan ekonomi
3. Orang tua ingin mendapat keuntungan dari rencana perjodohan ini, ya keuntungan itu bisa berupa materi, sosial status atau lainnya.
4. Orang tua merasa lebih punya pengalaman dalam hal rumah tangga jadi wajar ingin mengarahkan anak.
5. Kacamata yang dipakai orang tua biasanya lebih komplek dari pada kacamata kita. Kalau kita sering kali memikirkan hanya dari segi fisik, contoh, cakep, kaya, pinter, kalau orang tua kadang berpikir hal yang lebih rumit, seperti apakah keluarga dia dan keluarga calon besan bisa nyambung? bagaimana kehidupan mendatang anaknya setelah menikah? dsb
Dari sisi anak:
A. Bila menolak
1. Sudah punya calon sendiri
2. Merasa calonya tidak kriterianya
3. Tidak mengenal calonnya
B. Menerima
1. Ingin tawaduk ke orang tua
2. Merasa calon ortunya adalah lebih baik dari pilihan dia
3. tidak punya calon sendiri
4. pressure dari masyarakat dan keluarga untuk segera menikah
Dalam islam ada istilah Ijbar, yang banyak diartikan bahwa wali (ayah atau kakek) bisa menikahkan anak perempuannya yang masih perawan. hal ini yang sering dijadikan alasan ortu untuk memaksakan kehendaknya kepada anak, bahkan anak akan dihukum bila menolak. Padahal Ijbar disini menurut kanjeng nabi adalah DIskusi, bukan pemaksaan. Dalam artian diskusi antara anak dan orang tua lebih diutamakana dari pada pemaksaaan kehendak dari satu pihak.
Ada cerita, seorang sahabat perempuan Nabi yang bernama al-Khansa lapor ke nabi bahwa dia telah dinikahkan oleh ayahnya dengan sepupunya dengan tanpa minta persetujuan dari al-khansa., jadi ayah al-khansa menikahkan dia tanpa minta persetujuan/berdiskusi dengan al khansa etrlebih dahulu. Mendengar laporan itu Nabi Muhammad langsung membatalakan pernikahan al-khansa. Waktu itu al-khansa bilang “sebenarnya sayua bisa saja menerima pernikahan ini, dengan tindakan ini saya hanya ingin menunjukkan bahwa orang tua tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada anak.”
Untuk kasus temanmu aku tidak tahu posisi dan alasan masing2 pihak, jadi aku gak bisa memberi komentar banyak. Nurut aku diskusi kedua belah pihak harus lebih dikedepankan.
Oya, Ijbar hanya boleh dilakukan bila tidak ada permusuhan anatara ortu dan anak.
salam