Never Give Up 1 (Beasiswa Bank Indonesia)


Tulisan ini sebenarnya permintaan dari seorang teman yang menanyakan tentang beasiswa apa saja yang pernah aku dapatkan dan bagaimana aku bisa memperolehnya. Hemm… sepertinya bagus juga nih menulis jejak perjalanan berburu scholarship, siapa tahu bermanfaat untuk orang lain.Untuk tulisan ini, aku akan menceritakan tentang pengalamanku mendapatkan beasiswa pertama kali. Dan tulisan-tulisan selanjutnya aku akan menceritakan beasiswaku yang lain. Untuk edisi pengalaman berburu beasiswa ini aku beri judul tulisanku Never Give Up, memang itulah key untuk mendapatkan beasiswa.

Beasiswa pertama yang aku dapat adalah ketika aku masih duduk di bangku S1, di IAIN Sunan Kalijaga (Sekarang menjadi UIN) Yogyakarta. Saat itu beberapa beasiswa tersedia, salah satunya beasiswa dari Bank Indonesia. Aku sebenarnya sejak semester-semester awal ingin apply, tapi aku selalu mengurungkan niatku, sebab persyaratannya pasti ada Menyertakan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan/Desa, atau kalau mahasiswa nyebutnya “Surat Kere.” Ah… ini surat yang sangat sulit aku dapat. Bukannya keluargaku berasal dari golongan mampu, tapi kelurahan tidak akan memberikan surat tersebut pada keluargaku. Bahkan bisa dipastikan keluargaku juga tidak bakalan mau memintakan surat itu di kelurahan. Sebenarnya menurut beberapa teman, banyak mahasiswa yang melakukan rekayasa agar bisa menyertakan surat tersebut, seperti membuat surat keterangan itu sendiri dan tentu stempel, tanda tangan dipalsukan. Tapi aku tidak tertarik melakukan kecurangan-kecurangan seperti iu. Jadilah forget it deh scholarship. Karena tidak mendapatkan beasiswa aku banyak menumpukan kebutuhan kuliahku dari honor menulisku di media dan tentu support dari keluarga.

Suatu saat aku mengantarkan seorang teman ke ruang administrasi fakultas untuk mengurus beasiswa, waktu itu  aku semester empat. Salah satu staf Tata Usaha yang melayani temanku itu bertanya ke aku, “mbak, kok tidak mengajukan beasiswa ini juga?” aku hanya menggeleng saja. Dari TU itu aku tahu bila ada istilah beasiswa lanjutan, maksudnya beasiswa itu bisa dioperkan ke orang lain. Jadi jatah beasiswa tersebut untuk 3 tahun, bila yang mendapat beasiswa adalah mahasiswa tingkat akhir dan hanya butuh 1 tahun untuk menyelesaikan kuliah, maka ketika penerima beasiswa lulus, sisa beasiswa untuk tahun ke 2 & 3 dilanjutkan atau dialihkan kepada mahasiswa lain. Dan biasanya untuk penerima beasiswa lanjutan ini syaratnya tidak seketat penerima beasiswa yang pertama. Namun syarat untuk menyertakan surat kere tetep ada. Yachh… “Coba saja mbak, siapa tahu rezekinya sampean,” itu kata-kata terahir dari TU sebelum aku dan temenku ke luar dari ruangannya.

Sepertinya asyik juga nih nyoba-nyoba apply beasiswa, yang penting usaha sedangkan hasil akhir kita pasrahkan pada Allah saja. Dari pada menyesal karena belum pernah mencoba, mending maju dulu. Dengan semangat –coba2- keberuntungan, akhirnya aku mengajukan permohonan beasiswa. Walaupun yang diutamakan adalah mahasiswa yang kurang mampu, tapi pasti prestasi akademik akan menjadi pertimbangan penting, itu yang aku pikirkan. Dengan berbekal IP di atas 3,5 aku mengajukan beasiswa. “Lho mbak, ini administrasinya kurang lengkap. Kok tidak ada surat keterangan tidak mampu dari kelurahan ?” itu reaksi pertama dari staf TU yang menerima aplikasiku. “Iya pak, saya memang tidak akan bisa mendapatkan surat keterangan itu, dan keluarga saya juga tidak akan mau mencarikan surat itu. Tapi pak, apakah identifikasi mahasiswa yang membutuhkan support beasiswa hanya dilihat dari surat tersebut? Saya sudah menikah dan punya anak pak, jadi saya membutuhkan beasiswa ini. Lagian pak, IP saya memenuhi syarat kok.” Jawabku dengan gaya ngeyel –as usual- lah hehehe. Akhirnya TU tersebut mengalah dengan menerima aplikasiku, “Tapi aku tidak bisa janji apa-apa lho mbak.” Iya deh pak tidak apa-apa, yang penting aplikasiku masuk dulu.

Setelah itu aku disibukkan dengan kegiatan perkuliahan, dan aku sendiri nyaris sudah melupakan aplikasi beasiswa itu. Hingga pada suatu hari, saat lewat di depan kantor administrasi aku berhenti untuk melihat pengumuman jadwal ujian proposal skripsi dan munaqasah dari kakak tingkat, siapa tahu ada tema yang menarik dan aku bisa ikut seminar proposal atau ujian skripsi itu. Eh ternyata ada pengumuman baru, judulnya Daftar Mahasiswa Penerima Beasiswa dari Bank Indonesia. Mataku langsung jelalatan menyusuri nama-nama yang terpampang. Wuer…wuer….. I found in the list Nihayatul Wafiroh. Hore…. aku dapat beasiswa. Alhamdulillah.

Beasiswa ini dalam satu bulan mendapatkan *kalau tidak salah – udah lupa* Rp. 300.000, tapi diberikannya setiap tiga bulan sekali. Jumlah itu sangat besar saat itu, lawong SPPku satu semester aja hanya Rp. 250.000.  Menurut TU, yang menjadi pertimbangan terbesar kenapa aplikasiku diapprove adalah IP ku. Persyaratannya saat itu minimal IP 3,3 dan IP ku di atas 3,5, kebetulan lagi diantara pelamar beasiswa IP ku yang paling tinggi. Jadi walaupun tidak ada surat kere, aplikasiku diterima.

Jadi teman, jangan pernah menyerah, terus coba peluang yang ada. Walaupun kamu tidak memenuhi persyaratan yang diminta, ya tidak ada salahnya dicoba, siapa tahu masih ada celah lain yang menjadikan aplikasimu dipertimbangkan.




Nihayatul Wafiroh

Adalah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang mewakili Daerah Pemilihan Jawa Timur III (Banyuwangi-Bondowoso-Situbondo). Saat ini juga dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal di Dewan Pengurus Pusat PKB. Aktif dalam Kaukus Perempuan Parlemen RI sebagai Wakil Sekretaris.