RUU Kekerasan Seksual Lebih Komprehensif


RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual memperlebar definisi kekerasan seksual terhadap perempuan. Hal itu bertujuan memberikan perlindungan yang lebih komprehensif kepada kaum perempuan. DPR RI telah merampungkan pembahasan harmonisasi RUU tersebut pada 31 Januari lalu dan akan mengusulkannya sebagai RUU inisiatif DPR untuk dibahas pada rapat paripurna. “Salah satu esensi dari RUU Penghapus­an Kekerasan Seksual ialah memperlebar definisi kekerasan seksual terhadap perempuan menjadi sembilan kategori, antara lain mencakup pelecehan, pemaksaan pengguguran kandungan, dan pelecehan nonfisik seperti intimidasi. Ini tidak ada di RUU yang lain,” terang anggota Badan Legislatif (Baleg) Nihayatul Wafiroh saat dihubungi, Kamis (16/2).

Selama ini, lanjut dia, pelecehan seksual hanya berfokus pada penetrasi seksual atau yang bersifat menyentuh langsung perempuan. Kali ini definisi itu diperluas untuk lebih memberikan rasa aman pada perempuan. RUU tersebut, lanjut Nihayatul, juga mencantum­kan pasal terkait rehabilitasi bagi para pelaku kejahatan seksual kepada perempuan. “Mereka (pelaku) selama ini punya persoalan pada cara berpikir. Sayangnya, tidak pernah ada rehabilitasi kepada mereka, hanya dipenjara. Oleh karena itu, di dalam RUU ini kita juga memasukkan pembahasan itu,” imbuh politikus fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.

Untuk korban, dikatakan Nihayatul, RUU akan memberikan kepastian perlin­dungan mulai proses penyidikan di kepolisian hingga di pengadilan. Bahkan, kepastian terkait dengan ganti rugi yang harus diberikan pelaku juga disebutkan di dalam RUU tersebut. Ganti rugi itu dapat berupa materi ataupun sosial. “Mulai uang hingga pemulihan nama baik bisa menjadi salah satu bentuk ganti rugi. Tinggal kesepakatan di pengadilan saja,” imbuh dia.

Tunggu KUHP
Meskipun demikian, Nihayatul menyatakan RUU tersebut masih belum membahas sanksi. Hal itu disebabkan masih dibutuhkan harmonisasi dengan KUHP yang tengah direvisi. “Sejauh ini ada 500 dari 700 pasal KUHP yang tengah dibahas. Kami di Baleg tidak mau ada mubazir atau membuat bingung proses peradilan apabila KUHP belum tuntas dibahas,” terang dia. Sebelumnya, pembahasan revisi KUHP mengenai kekerasan seksual juga disuarakan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Menurut Ketua Komnas Perempuan Azriana Rambe Manalu. Dalam kitab tersebut, kekerasan terhadap perempuan disimplifikasi menjadi kekerasan kesusilaan, seharusnya kejahatan seksual dipandang sebagai kejahatan fisik.

“Karena itu kejahatan yang langsung mengenai tubuh perempuan,” ucap dia. Menurutnya, terdapat tantangan untuk mengubah paradigma terkait dengan kekerasan terhadap perempuan, termasuk dalam perumusan perundang-undangan. “Dibutuhkan individu dengan per­spektif gender yang baik agar setiap rumusan adil.” Komnas Perempuan juga mendesak DPR agar membentuk panitia khusus (pansus) sebagai mekanisme pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Muatan RUU itu tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum yang menjadi wilayah kerja Komisi III DPR, tetapi juga terkait dengan aspek perlindungan perempuan dan anak yang merupakan wilayah kerja Komisi VIII DPR, serta aspek pemulihan kesehatan sebagai wilayah kerja Komisi IX DPR. Melalui Pansus, RUU itu diharapkan dibahas secara multisektor sehingga pro-sesnya mencerminkan sinergi para pihak dalam penanganan perkara kekerasan seksual. (H-3)

http://mediaindonesia.com/news/read/92577/ruu-kekerasan-seksual-lebih-komprehensif/2017-02-17#

http://m.metrotvnews.com/news/hukum/9K57ozab-ruu-kekerasan-seksual-lebuh-komprehensif




Nihayatul Wafiroh

Adalah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang mewakili Daerah Pemilihan Jawa Timur III (Banyuwangi-Bondowoso-Situbondo). Saat ini juga dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal di Dewan Pengurus Pusat PKB. Aktif dalam Kaukus Perempuan Parlemen RI sebagai Wakil Sekretaris.