“Kang, Presiden iku sopo tho?”


“Orang-orang gila ini membikin onar lagi.” Aku menggerutu.

Di seberang jalan, lapangan yang biasa di buat untuk sepak bola telah berubah jadi lautan manusia. Jalanpun macet. Puluhan truk dan mobil berderet-deret menutup jalan.

Spanduk besar dikibarkan di mana-mana. Aku tidak tau apa yang ditulis dalam kain-kain besar itu. Bagaimana aku bisa tahu, membaca saja aku tidak bisa. Baju mereka seperti anak sekolah Taman Kanak-Kanak, warnanya sama dengan gambar wajah seseorang yang sama pula.

Aku berjalan melawan arah. Tak ada keinginan sedikitpun untuk bergabung dengan mereka. Satu-satunya hal yang membuat aku tergesa berjalan adalah keinginan untuk segera bergabung dengan Tedjo, Prayit, Kasim dan Sumbing.

“Mau ngoceh apa lagi orang-orang sinting itu?.” Aku tarik rokok kretek dari mulut Kasim, dan duduk di kursi bambu. Ini adalah markas kami untuk berkumpul setiap pagi dan sore. Tempatnya dipinggir kali yang baunya sudah tidak karuan. Hanya ada dua kursi bamboo reot yang terlindungi pohon-pohon.

“Sembarangan aja ngambil rokok orang, itu satu-satunya rokok yang tersisa.” Aku menghindar dari Kasim yang berusaha merebut rokok dari tanganku. Sekali lagi aku hisap, lalu aku kembalikan ke Kasim.

Tedjo datang dengan menarik gerobak. Keringatnya mengucur, wajahnya kelam, seperti kami.

“Sial tuh orang-orang, aku sulit sekali lewat.” Umpat Tedjo.

Aku angkat satu kakiku di atas kursi.

“Djo, siapa sekarang yang lagi koar-koar di lapangan.”

“Mana aku tahu, katanya sih salah satu calon presiden.” Jawab Tedjo enteng

“Sopo tho presiden itu?”

Aku, Tedjo, Kasim dan Sumbing saling lihat-lihatan mendengar pertanyaan Prayit, lalu meledaklah tawa kami bersama.

“Masak kamu tidak tahu siapa itu Presiden yit” Tanyaku sambil ketawa.

“walah mbok jangan menghina begitu Kang Jaka, saya ini dari desa, di Jakarta kenalnya cuman kalian dan Pak Ngatimin yang jadi bos kita itu.”

Tawa kami semakin keras. Wajah Prayit semakin bingung melihat kami.

Suara di pinggir jalan semakin nyaring. Teriakan dan tepuk tangan selalu mengiringi sepanjang acara.

“Hidup LS, Hidup LS”

“LS presiden kita”

Ah entah apa lagi yang mereka teriakkan, aku tak perduli. Menikmati kopi hitam pait sambil berbagi cerita saat masa-masa hidup di kampong sepertinya lebih enak dari pada mendengar suara bising yang tidak jelas.

Sepertinya acara sudah berganti menjadi konser musik. Dentuman musik dangdut terdengar nyaring, hingga matahari hendak terbenam.

“Hoiii, tuh acaranya sudah selesai, sana cepat bersihkan sampah di lapangan.” Pak Ngasiman dari balik jendela kantor memberi perintah pada kami.

Bergegas kami mengganti baju dengan baju seragam kuning, lalu menarik gerobak menuju lapangan.

Di Jalan dan lapangan tinggal beberapa orang saja yang masih berkumpul. Pentas dan soundsystem juga sudah mulai di bongkar.

Lapangan hijau ini telah berubah menjadi sampah. Botol minuman, bungkus makanan, Koran-koran berserakan di mana-mana. Dan seperti biasa bila orang-orang berduit itu selesai memuntahkan omong kosongnya di hadapan massa pendukung, kamilah yang harus menutup acara “pesta” dengan membersihkan sampah, yang terkadang baru selesai tengah malam.

“Masak sih, setiap kali calon presiden kampanye, kita yang selalu mendapat sial harus bekerja lembur begini?” Sambil memunguti sampah dan memasukkannya dalam ranjang, Sumbing yang sejak kecil memiliki bibir tidak normal ini menggerutu.

“Ya gimana lagi Mbing, lawong memang tugas kita itu menjadi tukang memunguti kotoran”

Prayit yang baru bekerja menjadi tukang sampah tiga bulan ini, tiba-tiba berteriak.

“Oh Kang Jaka, aku tahu sekarang siapa presiden itu” Wajahnya berseri-seri.

Tedjo, Sumbing, Kasim dan Aku langsung berhenti dan melihat Prayit.

“Emang sopo Yit?” Tedjo penasaran sekali.

“Presiden itu orang yang selalu membikin sampah” jawab Prayit tegas dengan wajah yang puas.

Kami berempat melongo lalu ketawa bareng.

“Lho kok nguyu tho? Bener kan?”

Wakakkakaka

Taipe May 29, 2009




Nihayatul Wafiroh

Adalah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang mewakili Daerah Pemilihan Jawa Timur III (Banyuwangi-Bondowoso-Situbondo). Saat ini juga dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal di Dewan Pengurus Pusat PKB. Aktif dalam Kaukus Perempuan Parlemen RI sebagai Wakil Sekretaris.